Khutbah Jumat : Keistimewaan Menyambut dan Mengisi 10 Hari Terakhir Ramadhan
khutbah-jumat
Wafizs
Al-Amin Center
“Berbagi Cahaya Diatas Cahaya”
Khutbah Jumat (Edisi 60) Tema :
“Keistimewaan
Menyambut dan Mengisi 10 Hari Terakhir Ramadhan”
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Alumni Pondok
Pesantren Attaqwa KH.Noer Alie Bekasi dan Ketua Yayasan Wafizs Al-Amin Center Bekasi. Mohon Kirim
Donasi Anda : Zakat, Infaq, sedekah & Wakaf untuk Pembangunan Asrama
Yatim & Dhuafa ke No. Rek.7117.8248.23 (BSI) a.n. Yayasan Wafizs Al-Amin
Center. Donasi Anda sangat membantu meringankan beban mereka.
WA : +628161191890
klik aja adjie nung
di Link YouTube, Instagram & Facebook
Khutbah ini disampaikan di Masjid JAMI’ ARROHMAH Kp.Irian Tl.Pucung Kota Bekasi. Jumat, 22 April
2022 M/20 Ramadhan 1443 H.
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Saat ini kita sudah berada dihari yang kedua puluh bulan ramadhan
dan memasuki fase sepuluh terakhir ramadhan الْعَشْر الأَوَاخِر مِنْ رَمَضَان,
dimana semakin berakhir bulan ramadhan dan semakin bulan ramadhan akan
meninggalkan kita maka semakin istimewa dan semakin besar pula pahala yang
Allah telah siapkan untuk orang-orang yang memaksimalkan mengisi amaliah
ramadhan ini, terutama di sepuluh terakhir ini banyak keitimewaan terbesar dan
pahala terbesar pula akan didapatkannya.
Pertama, Lebih Semangat Beribadah.
Banyak sebagian orang sibuk
mempersiapkan hari raya, mudik dan baju baru, namun Rasulullah saw lebih sibuk,
lebih giat dan lebih semangat lagi beribadah detik-detik akan ditinggalkan bulan
ramadhan, bahkan beliau sengaja rela meninggalkan para istrinya agar bisa
khusyu’ dalam beribadah karena ibadah seseorang itu akan dinilai dari akhirnya.
Jika akhirnya baik maka ia akan tercatat sebagai amalan yang husnul khotimah.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah saw sangat
bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi
kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim).
Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam kitab
Bulughul Marom, menyebutkan hadist dari ‘Aisyah ra,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ
اَلْعَشْرُأَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ شَدَّ مِئْزَرَهُ,
وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata, “Rasulullah
saw biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam
ibadah (untuk menjauhi istri-istrinya dari berjima’), menghidupkan malam-malam
tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.”
Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim).
Kedua, Melakukan I’tikaf.
I’tikaf adalah berdiam di masjid
dan mengerjakan ibadah didalamnya, i’tikaf disyari’atkan setiap waktu namun
lebih ditekankan dibulan ramadhan, terutama lagi di sepuluh terakhir dan i’tikaf
satu-satunya sunah nabi saw yang dilakukan di masjid selama 10 hari sampai
beliau tutup mata.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهَا قَالَتْ: أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ
اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ
اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata bahwasanya “Nabi saw biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir
dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri
beliau beri’tikaf setelah beliau wafat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Perintah i’tikf ini agar bisa
berjumpa dengan malam lailtul qodar yang terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh
hari terakhir ramadhan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri Nabi saw bersabda,
إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ
الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ
ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ
مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ
“Aku pernah melakukan i’tikaf pada
sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul
qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku
datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari
yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka
beri’tikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Ketiga, Meraih Lailatul Qodar.
Allah saw telah menyebutkan keutamaan
lailatul qadar dalam firmanNya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ
كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 3-5).
Imam Mujahid, Imam Qotadah dan
ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu
bulan adalah shalat dan amalan pada malam lailatul qadar lebih baik dari shalat
dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadarnya.
Dari ayat ini juga Allah menegaskan
bahwa lailatul qodar masih terus ada hingga hari kiamat dan kita dianjurkan
untuk mencari dan menghidupkannya, sehingga Imam Syafi’ie berpendapat dalam
qoul qodimnya,
مَنْ شَهِدَ العِشَاءَ وَ الصُّبْحَ
لَيْلَةَ القَدْرِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا
“Barangsiapa yang mengerjakan
shalat isya dan shalat shubuh di malam lailatul qodar, ia berarti telah dinilai
menghidupkan malam tersebut.” (lathoif al-ma’arif, hal.329).
semua ibadah boleh dilakukan untuk mengisi malam lailatul qodar seperti shalat,
dzikir, berdoa dan membac al-quran, namun amalan shalat lebih utama dari amalan
lainnya, sesuai hadist dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat
pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari).
Carilah Lailatul Qadar itu pada
sepuluh malam terakhir di bulan suci Ramadhan sebagaimana sabda Nabi saw,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada
sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Begitu juga terjadinya lailatul
qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap,
sebagaimana sabda Nabi saw,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى
الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam
ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari).
Keempat, Do’a Lailatul Qodar.
Doa yang sering dibaca Nabi saw
dan sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih
do’a itu ittiba’urrosul (mengikuti Rasul) terdapat dalam hadits dari Aisyah.
Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ
عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu
jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku
ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ
الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى “Ya Allah, Engkau Maha Memberikan
Maaf dan Engkau suka memberikan maaf (menghapus kesalahan), karenanya maafkanlah
aku, hapuslah dosa-dosaku.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan
Ahmad).
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ
الله
Ramadhan akan berakhir dan ramadhan akan meninggalkan kita, mari
terus kita berusaha berlomba-lomba mengisi bulan ramadhan ini dengan sebaik-baiknya
agar saat ramadhan meninggalkan kita tercatat termasuk orang-orang yang
beruntung, panen pahala dan bekal yang berlimpah. Semoga kita semua diberikan
kekuatan oleh Allah swt dalam menjalankan ini semua. Amiiii ya Robb.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم