Khutbah Jumat (edisi 146) Tema : “Tolok Ukur Keberhasilan Ramadhan”
khutbah-jumat
Wafizs
Al-Amin Center
“Berbagi Cahaya Diatas Cahaya”
Khutbah Jumat 2024/1445 (edisi 146) Tema :
“Tolok
Ukur Keberhasilan Ramadhan”
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Alumni Pondok Pesantren Attaqwa KH.Noer Alie
Bekasi dan Ketua Yayasan Wafizs Al-Amin Center Bekasi. Mohon Kirim
Donasi Anda : Zakat, Infaq, sedekah & Wakaf untuk Pembangunan
Asrama Yatim & Dhuafa ke No. Rek.7117.8248.23 (BSI) a.n. Yayasan Wafizs
Al-Amin Center. Donasi Anda sangat membantu meringankan beban mereka.
WA : +628161191890
klik aja adjie nung di Link YouTube, Instagram & Facebook
Khutbah ini disampaikan di Masjid JAMl’ NURUL ISLAM ISLAMIC CENTER
Bekasi. 19 April 2024 M/11 Syawwal 1445 H.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Bulan Ramadhan telah
sama-sama kita lalui dengan berbagai amal sholeh, bulan Ramadhan boleh
berakhir, tapi hidup belum berakhir, masih ada bulan Syawal, masih ada bulan
Dzulqo’dah, bulan Dzulhijjah, masih ada bulan Muharrom sampai kematian yang benar-benar
memisahkan kita,
وَلَا تَمُوْتُنَّ
اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“dan janganlah kamu
mati kecuali dalam keadaan Muslim.” ( QS. Ali 'Imran :
102).
Syawal berarti
peningkatan, Syawal berati istiqomah, Syawal berarti ada yang lebih baik. kalau
ada orang-orang yang mengatakan Ramadhan berat, tapi Syawwal itu jauh lebih
berat, banyak yang sanggup sholat malam di bulan Ramadhan, tapi tidak banyak
sanggup melanjutkannya di bulan Syawal, banyak yang sanggup melaksanakan puasa
di bulan Ramadhan karena orang lain pun puasa tapi tidak banyak yang sanggup
melaksanakan puasa sunah di bulan Syawal, banyak yang sanggup berdzikir,
bertasbih, bertahmid dan membaca al-quran di bulan Ramadhan tapi tidak banyak
yang sanggup melanjutkan itu seperti bulan Ramadhan.
Makanya jangan sampai
kita termasuk orng-orang yang lalai, ada ucapan sahabat Nabi saw yang sangat
layak dan baik dijadikan standar ukuran dan jangan pernah merasa berhasil
dibulan Ramadhan, dengan amal yang bertumpuk tapi ukurlah apa yang terjadi
setelah Ramadhan.
مَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ
خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ مثل اَمۡسه فهو
مَغۡبُون. ومَن كان يومه شَرًّا مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون
“Barangsiapa yang hari
ini lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung.
Barangsiapa yang hari ini sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang
merugi. Barangsiapa yang hari ini lebih jelek daripada hari kemarin maka dia
terlaknat.” (HR. Baihaqi).
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Beberapa
Tolok Ukur Keberhasilan Ramadhan, antara lain :
Pertama,
Diiringi Amal Kebaikan Selanjutnya.
Dalam
kitab Lathaif Al-Ma’arif Ibnu Rajab Al Hambali berkata :
أَنَّ مُعَاوَدَةَ الصِّيَامِ بَعْدَ صِيَامِ
رَمَضَانَ عَلَامَةٌ عَلَى قَبُوْلِ صَوْمِ رَمَضَانَ
“Kembali
lagi melakukan puasa setelah puasa Ramadhan, itu tanda diterimanya amalan puasa
Ramadhan.”
فَإِنَّ
اللهَ إِذَا تَقَبَّلَ عَمَلَ عَبْدٍ وَفَّقَهُ لِعَمَلِ صَالِحٍ بَعْدَهُ,
“Karena
Allah jika menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk
melakukan amalan shalih setelah itu.”
كَمَا
قَالَ بَعْضُهُمْ : ثَوَابُ الْحَسَنَةِ الْحَسَنَةُ بَعْدَهَا,
“Sebagaimana
dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan
selanjutnya.”
فَمَنْ عَمِلَ حَسَنَةً ثُمَّ اتَّبَعَ
بِحَسَنَةٍ بَعْدَهَا كَانَ ذَلِكَ عَلَامَةً عَلَى قَبُوْلِ الْحَسَنَةِ
الْأُوْلَى.
“Oleh
karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan
selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima.”
كَمَا أَنَّ مَنْ عَمِلَ حَسَنَةً ثُمَّ
اتَّبَعَهَا بِسَيِّئَةٍ كَانَ ذَلِكَ عَلَامَةَ رَدِّ الْحَسَنَةِ وَعَدَمِ
قَبُوْلِهَا
“Sedangkan
yang melakukan kebaikan lantas setelahnya malah ada kejelekan, maka itu tanda
tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388).
Kedua,
Menjadi Pribadi yang Memakmurkan Masjid.
Masjid ketika di bulan Ramadhan ramai hiruk pikuk
dengan suara takbir, tasbih dan lantunan ayat-ayat al-quran tapi ketika
berakhir Ramadhan masjid pun kembali sepi sunyi, karena keberhasilan Ramadhan
bukan berarti ramai masjidnya di malam-malam Ramadhan, berhasil Ramadhan bukan
berarti ramai i’tikaf di 10 terkahir, namun bukti keberhasilan Ramadhan adalah
ketika masjid mampu di makmurkan dengan sholat berjamaah, baik bulan Ramadhan
maupun diluar bulan Ramadhan. Nabi saw orang yang sangat lembut hatinya, sangat
lembut lidahnya, lembut tutur katanya tapi pada saat masjid kosong disitu Nabi
saw sangat tegas dan marah bagi mereka yang tidak datang ke masjid, mereka
biarkan masjid kosong. Kata Nabi saw “aku akan membakar rumah mereka”. Dari Abu
Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى
بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ
بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ
أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
“Demi jiwaku yang ada
pada tangan-Nya, aku telah bermaksud memerintahkan untuk mengambilkan kayu
bakar, lalu dikumpulkan, kemudian aku memerintahkan adzan shalat untuk
dikumandangkan. Lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang
berjama’ah, kemudian aku mendatangi orang-orang yang tidak shalat berjama’ah
lalu aku membakar rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang memakmurkan
masjid adalah diantara hamba Allah yang akan mendapatkan naungan di padang
mahsyar nanti, matahari sejengkal sampai di ubun-ubun kepala, saat itu tidak
ada nanungan dihadapan Allah, saat itu tidak ada yang bisa menolong, satu
diantara yang mendapatkan naungan itu adalah
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ
“Orang yang hatinya
tergantung dimasjid.”
Kalau hati tergantung
di masjid, badan boleh di toko, badan boleh di pasar, badan boleh di sawah,
badan boleh di kantor tapi saat seruan datang hayya ‘alaa sholah (mari
sholat), gelisah hati tidak sabar ingin datang menyambut panggialn adzan.
Ketiga,
Semarak Hadiri Menimba Ilmu.
Selama Ramadhan kita
sering menghadiri masjlis-majlis ilmu bahkan dalam satu masjid ada yang sampai
lima pengajian, kajian shubuh, kajian zhuhur, kajian ashar, kajian berbuka,
kajian abis sholat isya, bahkan kajian dhuha, kajian i’tikaf di 10 terakhir. Karena
itu, berakhirnya Ramadhan pengajian seperti ini terus dilestarikan, janji
Rasulullah bagi orang yang rajin hadiri pengajian.
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبُ
الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
”Barang siapa yang
keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang”. (HR. Tirmidzi).
Dengan pengajian dapat
menyelamatkan umat dari fanatisme madzhab, dapat menyelamatkan dari kebodohan,
kejahilan adalah dengan menuntut ilmu, maka terus ramaikan majlis-majlis ilmu
diluar bulan Ramadhan. Dalam hadits Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ
فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum
berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan
satu dan lainnya melainkan (1) akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), (2)
akan dinaungi rahmat, (3) akan dikeliling para malaikat (4) dan Allah akan
menyebut-nyebut (membanggakan) mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di
sisi-Nya.” (HR. Muslim).
Majlis ilmu diramaikan
namun juga ilmu harus diamalkan karena ilmu yang tidak diamalkan dia akan
meminta pertanggungjawaban dihadapan Allah swt.
Keempat,
Memiliki Jiwa Sosial yang Tinggi.
Puasa
Ramadhan yang telah kita lakukan itu mendidik kita untuk lebih peka dengan
kehidupan orang lain. Hal ini tersirat dari anjuran untuk menunaikan zakat
sebagai penyempurna ibadah puasa. Zakat selain sebagai usaha untuk membersihkan
jiwa dan harta yang dimiliki, juga memiliki tujuan lain yaitu bagaimana kita
mampu berbagi dengan orang lain.
Takut kepada Allah itu
حبل من الله (hubungaan secara vertikal), namun حبل من الله tidak cukup
begitu saja karena Allah swt menegaskan
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ
الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ
النَّاسِ
“Mereka diliputi
kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali
(agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS. Ali Imron :
112).
Manusia itu akan
senantiasa dihinakan, direndahkan dimanapun berada tapi ada orang-orang yang
diangkat derajatnya yaitu orang-orang yang menjadikan حبل من الله dan حبل مِنَ النَّاسِ karena puasa selama
satu bulan penuh itu, kita diajak merasakan perasaan orang lain, kita merasakan
lapar yang menggigit, kita merasakan haus yang kering kerontang di tenggorokan.
Islam bukan agama
egois, islam tidak akan mengakui keimanan seseorang yang tidak mampu merasakan
persaan orng lain, sampai-sampai dikatakan Nabi asw
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ
الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ
“Tidaklah mukmin orang
yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.” (HR. Al-Bukhari).
Dia tidak akui sebagai
orang beriman, walaupun sholatnya rajin, walaupun ia bolak balik ke Makkah haji
dan umroh, mereka itu لَيْسَ الْمُؤْمِنُ (dia tidak akui orang
beriman), karena orang itu sanggup tidur pulas, sementara tetangga sebelah
rumahnya sedang kelaparan.
Bahkan dalam hadits
yang paling tegas dikatakan.
لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ) رَوَاهُ
اْلبُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu Hamzah Anas
bin Malik ra, pembantu Rasulullah, dari Nabi saw bersabda: ”Tidaklah salah
seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia
mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Lapar karena berpuasa,
haus karena berpuasa selama 1 bulan, kita taati perintah Allah ini karena ingin
merasakan perasaan orang lain, maka mari setelah Ramadhan dan sudah masuk Syawal
adalah bulan peningkatan, kita tingatkan kepedulian terhadap anak yatim, panti
jompo, orang-orang miskin dan dhuafa.
Makna melestarikan
nilai Ramadhan adalah kalau orang-orang miskin terjamin sekolah anaknya,
terjamin kesehatannya jangan sampai mereka mati karena tidak dapat berobat,
jangan sampai mereka mati kelaparan karena tidak ada makanan yang dimakan.
Karena itu tidak dianggap ibadah kita
dihadapn Allah swt karena satu diantara amal yang terus pahalanya mengalir
setelah kematian adalah sodaqotun jariyah. Rasulullah saw bersabda:
إِذَا مَاتَ ابنُ آدم
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Apabila seorang
manusia meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah
jariyah, atau ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak saleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Kelima, Silaturrahmi
Tambah Erat.
Sibuk selama 11 bulan,
sibuk dengan berbagai pekerjaan, tapi dibulan Ramadhan ini kita bertatap muka
hampir setiap malam dengan tetangga,
sahabat, kerabat di masjid. Bertatap muka dirumah Allah dalam ibadah
yang suci, bertatap muka di masjid sambil menikmati saat-saat bertahajjud,
berqiyamullail, beristighfar, bermunajat, mengulang khatam alquran. Oleh karena
itu silaturrahim ukhuwah islamiyah yang sudah terjalin, tetap dilanjutkan meski
diluar bulan Ramadhan.
Bagaimana dengan orang
yang Ibadahnya banyak, zakatnya banyak
tapi ia memutuskan tali silaturrahim, sampai-sampai Nabi saw mengatakan
berdosa bagi orang yang memutuskan tali silaturrahim.
لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ قَاطِعٌ رَحْمٍ. رواه البخاري ، ومسلم ، وأبو داود ، الترمذي
Dari Jubair bin Muth’im ra. dari Rasulullah
saw. Bersabda, “Tidak masuk surga pemutus silaturrahim.” (Bukhari,
Muslim, Abu Daud, dan At-Turmuzi).
Tidak ada nash yang
menyebutkan bulan khusus untuk menyambung silaturrahmi, karena silaturrahmi itu
terbuka sepanjang tahun, kapan saja dan Dimana saja bahkan orang-orang yang
selalu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan diampuni dosanya. Dari Al Bara’
bin ‘Azib, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ
فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim
itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara
keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Semoga
kita diberikan kekuatan untuk tetap istiqomah dalam beribadah dan melestarikan
nila-nilai amal sholeh diluar bulan Ramadhan, sehingga kita bertemu dengan
Ramadhan tahun yang akan datang. Amiin ya Robbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
uanuan