Khutbah Jumat 2024 (edisi 153) Tema : “HIKMAH SELALU INGAT MATI”
khutbah-jumatWafizs
Al-Amin Center
“Berbagi Cahaya Diatas Cahaya”
Khutbah Jumat 2024 (edisi 153) Tema :
“HIKMAH SELALU INGAT MATI”
Oleh : Nur Anwar Amin (adjie nung)
Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, Alumni Pondok Pesantren Attaqwa KH.Noer Alie
Bekasi dan Ketua Yayasan Wafizs Al-Amin Center Bekasi. Mohon Kirim
Donasi Anda : Zakat, Infaq, sedekah & Wakaf untuk Pembangunan
Asrama Yatim & Dhuafa ke No. Rek.7117.8248.23 (BSI) a.n. Yayasan Wafizs
Al-Amin Center. Donasi Anda sangat membantu meringankan beban mereka.
WA : +628161191890
klik aja adjie nung di Link YouTube, Instagram & Facebook
Khutbah ini disampaikan di Masjid JAMl’ AL-MUKMINUN Perum Depsos Kota Bekasi. 05
Juli 2024 M/28 Dzulhijjah 1445 H.
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Kematian yang pasti
akan menjemput kita dan tidak ada yang mengetahui kapan kematian itu datang,
tugas kita adalah mempersiapkan kedatangannya dan selalu mengingatnya. Disebutkan
dari Abu Hamid al laqob, beliau berkata :
مَنْ أَكْثَرَ ذِكْرَ
الْمَوْتِ أُكْرِمَ بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ: تَعْجِيْلِ التَّوْبَةِ، وَقَنَاعَةِ
الْقَلْبِ، وَالنَّشَاطِ فِيْ الْعِبَادَةِ. وَمَنْ نَسِيَهُ عُوقِبَ بِثَلاَثَةِ
أَشْيَاءَ: تَسْوِيْفِ التَّوْبَةِ وَتَرْكِ الرِّضَا بِالكَفَّافِ، وَالتَّكَاسُل
فِي الْعِبَادَةِ
“Barangsiapa yang
sering mengingat kematian maka ia akan dimuliakan dengan tiga hal : (1).
Bersegera bertaubat, (2). Hati yang selalu qona’ah (menerima pemberian Allah),
dan (3). Semangat dalam beribadah. Dan barangsiapa yang melupakan kematian maka
ia akan mendapatkan siksa tiga hal :
(1). Menunda-nunda bertaubat, (2). Tidak ridho terhadap pemberian Allah, dan
(3). Malas dalam beribadah.” (Lihat kitab At-Tadzkirah fi Ahwal Al-Mauta wa Umur
Al-Akhirah, karya Al Qurthuby).
Tujuan utama
diciptakan manusia adalah semata-mata untuk beribadah kepada Allah swt
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا
لِيَعْبُدُوْنِ ٥٦
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56).
Namun terkadang kita sebagai
manusia biasa mengalami pasang surut, naik turun keimanan kita, dan ini adalah hal
yang wajar dalam beribadah karena iman kita itu masih level يزيد وينقص (kadang bertambah, kadang
berkurang) bisa naik, bisa turun bukan level iman para Nabi dan Rasul yang يزيد ولا ينقص (selalu bertambah dan
tidak pernah berkurang), ataupun level iman para malaikat yang selalu stabil لا يزيد ولا ينقص (tidak bertambah dan tidak berkurang) asalkan
jangan iman level orang-orang munafik ينقص ولا يزيد (selalu berkurang dan tidak
pernah bertambah), turun terus merosot tidak bertambah.
Dalam beribadah kadang
kita merasa semangat, kadang pula merasa malas dan memang Nabi saw sudah
menyatakan itu dalam haditsnya. Dari Abdulloh bin Amr ra, Nabi saw bersabda:
إنَّ لكلِّ عملٍ شِرَّةٌ ولكلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ ، فمن
كانت شِرَّتُه إلى سنَّتي فقد افلح ومَنْ
كانَتْ فَتْرَتُه إِلى غيرِ ذَلِكَ فقدْ هَلَكَ
“Sesungguhnya setiap
amalan itu punya masa semangat, dan setiap masa semangat itu punya masa jeda (malas).
Maka barangsiapa masa jedanya (malasnya) itu (diarahkan) kepada sunnah, maka
sungguh dia telah beruntung. Dan barangsiapa masa jeda (malasnya) itu
(diarahkan) kepada yang selain itu maka sungguh dia telah binasa.” (HR. Ahmad).
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَكِنِّي أَنَا أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ فَمَنْ
اقْتَدَى بِي فَهُوَ مِنِّي وَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي إِنَّ
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ثُمَّ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ
فَقَدْ ضَلَّ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى
Rasulullah saw
bersabda: "Tapi aku kadang tidur dan kadang shalat (malam), kadang
puasa dan kadang berbuka, maka barangsiapa yang mengikutiku maka ia termasuk
golonganku dan barangsiapa yang membenci sunnahku berarti tidak termasuk
golonganku, setiap amal itu ada saat-saat rajinnya dan ada saat jeda (malasnya),
maka barangsiapa yang malasnya menuju bid'ah maka ia sesat dan barangsiapa malasnya
menuju sunnah maka ia mendapat petunjuk." (HR. Ahmad).
Ibadah adalah suatu hal yang pokok bagi kehidupan
seorang muslim, dalam kitab fi zhilal al-quran Sayyid Qutub menyebutkan
ibadah itu sebagai wazhifah ilahiyah (tugas yang diembankan oleh Allah) untuk
manusia, dengan demikian kata beliau “orang yang beribadah kepada Allah swt
berarti orang itu telah memfungsikan hakekat penciptaannya, tapi sebaliknya orang
yang melalaikan ibadah berarti orang tersebut dianggap mendisfungsikan hakekat
penciptaannya.
Disamping sebagai kewajiban, ibadah juga salah satu
sarana mendapatkan ridho Allah swt, tidak ada kebahagiaan yang besar yang kita
dapatkan dalam hidup ini baik di dunia terutama lagi di akhirat selain kita mendapatkan
keridhoan Allah swt, apalah artinya kita diberikan harta yang banyak,
berlimpah, jabatan tinggi tapi tidak diridhoi Allah swt karena kita mendapatkannya
dengan cara yang tidak benar, apalah artinya kita diberikan umur yang panjang, kesehatan
yang baik, tapi tidak diridhoi Allah karena kita tidak memanfaatkan umur, usia,
dan kesehatan ini untuk beribadah kepada Allah swt.
Diantara sebab seseorang turun semangat ibadahnya (فَتْرَةً) :
Pertama, Banyak Dosa dan Maksiat.
Orang yang hidup bergelimang dengan dosa dan
kemaksiatan pastinya ia akan mendapatkan kemurkaan dari Allah swt. Dan salah
satu bentuk kemurkaan Allah swt terhadap orang yang hidupnya bergelimah dosa
dan kemasiatan itu Allah akan cabut halawatul iman (manisnya iman)
sehingga ia tidak lagi merasakan lezat dan nikmatnya beribadah kepada Allah swt.
Orang semacam ini akan merasa berat untuk melaksanakan ibadah, kalau pun ia
beribadah kadang inginnya terburu-buru dan cepat-cepat selesai yang penting
sholat, masalah khusyu’ dan ruh sholatnya terkadang kurang diperhatikan, itu
bisa terjadi karena banyak dosa, Nabi saw bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ
نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ
قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي
كِتَابِهِ { كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ }
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya
apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka akan ada titik hitam di dalam
hatinya, jika ia bertaubat, meninggalkannya serta meminta ampun maka hatinya
akan kembali putih, namun jika ia menambah (dosanya) maka akan bertambah (titik
hitam), maka itulah penutup (hati) yang di sebutkan dalam firman Allah dalam
kitab-Nya; "Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS Al Muthafifin: 14). (HR.
Ibnu Majah).
Kedua, Tidak Memahami Urgensi Ibadah yang Dilakukan.
(1). Ibadah yang kita lakukan ini sesungguhnya itu
bukan untuk Allah swt, sholat puasa apapun bentuk ibadah lainnya pada
hakekatnya bukan untuk Allah swt, karena sesungguhnya Allah tidak membutuhkan
ibadah manusia, Allah tidak perlu ibadah kita justru manfaatnya untuk kehidupan
kita terutama kehidupan di akhirat yang akan dapat menentukan kita termasuk su’ada
atau asykiya (bahagia atau sengsara).
Ibadah yang kita lakukan ini sedikitpun tidak akan ada
pengaruhnya, tidak bernilai atau bermanfaat bagi Allah swt bahkan sebuah hadits
qudsi menyebutkan,
يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ
وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ
مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا, يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ aرَجُلٍ
وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalau seandainya orang-orang
pertama di antara kalian dan orang-orang terakhir (belakangan) baik manusia
atau jin semua berada pada satu hati yang paling bertakwa diantara kalian, tidaklah
hal itu menambah atas kerajaan (kekuasaan)-Ku sedikitpun.” (HR. Muslim).
Begitu juga sebaliknya,
يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ
وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ
مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا
“Wahai hamba-hamba-Ku, jika orang-orang yang pertama
dan terakhir dari kalian semua berada pada satu hati yang paling durhaka
diantara kalian, tidaklah hal itu akan mengurangi kerajaan (kekuasaan)-Ku
sedikitpun.” (HR. Muslim).
Jadi, ibadah kita bukan untuk Allah tapi untuk diri kita
sendiri, urgensi ibadah merupakan bentuk identitas kita sebagai seorang muslim,
jika kita mengaku seorang muslim maka kita harus beribadah, jika kita mengaku
hamba Allah maka harus beribadah.
(2). Ibadah sebagai simbol bentuk ketundukan manusia
dihadap Allah swt, ibadah juga sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah swt
yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan. Ibadah juga untuk mendapatkan
sarana meraih keberkahan. Maka orang yang hidupnya jika tidak beribadah, tidak
akan memiliki keberkahan, kita diberi umur panjang lalu tidak sholat, tidak
ibadah berarti umur kita itu dianggap tidak berkah.
Ketiga, التَّكَاسُل (malas).
Faktor seseorang malas ibadah karena ia lupa kepada
kematian, ia sadar hidup di dunia hanya sementara, suatu saat cepat atau lambat
ia akan meninggalkan kehidupan dunia ini dan menghadap Allah dengan mempertanggungjawabkan
apa yang pernah ia lakukannya.
Malas ibadah itu karena mengkonsumsi makanan yang
haram, malas melakukan kebaiakan, berat untuk ibadah, itu bisa jadi ada sesuatu
yang haram masuk dalam tubuh kita, sebaliknya orang yang biasa mengkonsumsi yang
halal ia akan dimudahkan untuk ibadah, merasa ringan. Rumus ini sesuai dengan yang
dikatakan ahli tasawuf Imam al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumiddin mengutip
sebuah riwayat dari Abdulloh Sahl al-Tustari :
وَقَالَ سَهْلٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ أَكَلَ
الْحَرَامَ عَصَتْ جَوَارِحُهُ شَاءَ أَمْ أَبَى، عَلِمَ أَوْ لَمْ يَعْلَمْ،
وَمَنْ كَانَتْ طَعِمَتْهُ حَلَالاً أَطَاعَتْهُ جَوَارِحُهُ وَوَفَقَتْ
لِلْخَيْرَاتِ
Sahl al-Tustari ra berkata, “Orang yang memakan
harta haram, tubuhnya mau tidak mau akan bermaksiat kepada Allah secara sadar
atau tidak sadar, sedang orang yang memakan harta halal, tubuhnya mau tidak mau
akan taat kepada Allah dan dia diberi Taufik senantiasa melakukan banyak kebaikan.”
مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله
Semangat dalam melakukan sesuatu terkadang mengalami
pasang surut naik turun tapi dalam ibadah tentunya itu berbahaya. Pada awalnya
barangkali orang hanya meninggalkan perkara-perkara yang sunah tapi jika
semakin hari semangat ibadah semakin kendor, bisa jadi ibadah yang wajib pun
akan ikut ditinggalkan pula, itu yang sangat dikhawatirkan. Karena itu jika
kita merasakan penurunan semangat ibadah maka berusaha menjemput kembali semangat
tersebut jangan sampai kebablasan karena nanti akan merasa berat kembali.
Bagaimana upaya kita untuk menumbuhkan kembali
semangat ibadah kepada Allah swt.?
Pertama, Menjaga Anggota Tubuh dari Maksiat dan Dosa.
Menjaga tujuh anggota tubuh dari pengaruh dosa dan
menjaga diri dari dosa adalah salah satu cara kita untuk memudahkan semangat
ibadah, karena jika kita jauh dari maksiat, jauh dari dosa maka hati seseorang
itu akan bersih, karena dosa itu membuat noda hitam dalam hatinya dan hati yang
bersih senantiasa akan dimudahkan oleh Allah untuk ibadah.
Maka kita bersyukur kalau merasa dimudahkan ibadah,
diringankan ibadah, berarti dosa kita sedikit, namun kalau merasa malas ibadah
berarti kita diselimuti banyak dosa, apa lagi tidak beribadah samasekali, kalau
ibadah bawaannya males, benar-benar tidak mau ibadah, berarti dosanya sudah terlalu
banyak sehingga noda dosa itu menutupi hatinya, susah hidayah masuk, taufik Allah
susah masuk sehingga berat untuk ibadah. Ayat yang patut jadi renungan pada firman
Allah swt,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14).
Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى
قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ
قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ
الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw, beliau
bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan
dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun
serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat),
maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang
diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya : “Sekali-kali
tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban da Ahmad).
Kedua, Memohon Taufik dari Allah swt.
Kenapa ini penting kita lakukan, karena kita beribadah
kepada Allah swt pastinya kita membutuhkan motivasi yang kuat dan membangun
motivasi yang kuat tersebut tidak selayaknya kita mengandalkan diri kita tapi juga
harus berdoa banyak mohon kepada Allah swt untuk meminta taufikNya agar diberikan petunjuk Allah
untuk dimudahkan beribadah karena tanpa taufik Allah mustahil kita bisa beribadah dan melakukan kebaikan dalam
hidup ini, mustahil kita bisa beribadah berbuat baik itu tidak lepas dari
taufik Allah (pertoloongan Allah) yang memudhkan kita untuk melakukan ibadah
dan kebaikan-kebaikan. Baginda Rasul saw pernah mengajarkan sebuah doa kepada
seorang sahabat bernama Mu’adz bin Jabal diantara tujuannya senantiasa kita
diberi kekuatan dan kemampuan untuk terus ibadah kepadaNya, bersabda
فَقَالَ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ
كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ
عِبَادَتِكَ وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِيَّ وَأَوْصَى بِهِ
الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ
Rasulullah saw menggandeng tangannya dan berkata: "Wahai
Mu'adz, demi Allah, aku mencintaimu." Kemudian beliau berkata: "Aku
wasiatkan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai
shalat untuk mengucapkan, “اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ
عِبَادَتِكَ" (Ya
Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadaMu serta beribadah
kepadaMu dengan baik.) Mu'adz
mewasiatkan dengan hal tersebut kepada Ash Shunabihi dan Ash Shunabihi
mewasiatkan hal tersebut kepada Abdurrahman. (HR. Abu Daud).
Ketiga, Berusaha Menganggap Ibadah itu sebagai Kebutuhan
bukan sebagai Kewajiban.
Karena sebuah kewajiban itu terkadang kesannya memberatkan,
kewajiban seakan-akan membuat seseorng itu merasa terpaksa melakukannya
termasuk dalam hal beribadah. Karena itu harus dirubah maindsetnya (pola
fikir), anggap ibadah itu sebagai kebutuhan sehingga kita merasa kekurangan disaat
kita melawatkannya atau jika tidak beribadah merasa ada yang kurang.
Kira-kira kalau meninggalikan sholat ada perasaan berdosakah,
ada merasa tidak tenang dalam diri kita?. Kalau imannya bagus pasti merasakan
tidak tenang, merasa berdosa, merasa bersalah jika sampai meninggalikan ibadah,
namun kalau tidak merasa bersalah, tidak merasa berdosa meningglkan ibadah
berarti imannya lowbet perlu di charger lagi.
Keempat, Memperbanyak Dzikrul Maut (ingat mati).
Karena mengingat kematian menjadi motivasi yang
berlipat untuk bisa mematuhi printah agama dan juga menjauhi larangan-laranganNya
karena itu dalam sudut pandang ilmu fiqih dzikrul maut hukumnya sunah tapi
melakukannya dengan sering itu sunah muakkadah (sangat dianjurkan). Berkata Syaikh
Ibnu Hajar al-Haitami,
(لَيَكْثُرَ) كُلُّ مُكَلَّفٍ نَدْبًا مُؤَكَّدًا وَإِلَّا
فَأَصْلُ ذِكْرِهِ سُنَّةً أَيْضًا (ذِكْرُ الْمَوْتِ) لِأَنَّهُ أَدْعَى إِلَى
امْتِثَالِ الْأَوَامِرِ وَاجْتِنَابِ الْمَنَاهِيْ
“Hendaknya setiap mukallaf itu memperbanyak ingat
kematian sebagai sunah muakkad bahkan menyebutnya saja itu hukumnya sunah,
karena hal itu lebih mendorong seseorang utk melakukan perintah-perintah Allah
dan meninggalkan laranganNya.” Berdasarkan
hadits shohih Rasulullah bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم« أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ » يَعْنِى
الْمَوْتَ
Rasulullah saw bersabda : “Perbanyaklah mengingat
pemutus (penghancur) kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi).
Mengingat kematian penting dilakukan sesering mungkin
bukan untuk melemahkan gairah hidup, tetapi untuk memompa semangat kita yang
lebih besar lagi sehingga bisa mengisi kehidupan dengan kebaikan-kebaikan.
Kelima, Bergaul dengan Orang Sholeh (lingkungan yang
baik).
Bergaul atau berkumpul dengan orang sholeh dampaknya
akan memberikan motivasi untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan karena teman yang
sholeh itu biasanya akan mendukung, menguatkan, mengingatkan kita ibadah dan
kebaikan.
Tentang teman yang baik ini Rasul saw pernah ditanya
oleh Ibnu Abbas : ‘Ya Rasulullah siapakah teman yang pantas untuk dijadikan
teman.? Nabi menjawab,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
” أَيُّ جُلَسَائِنَا خَيْرٌ؟ قَالَ: «مَنْ ذَكَّرَكُمُ اللَّهَ رُؤْيَتُهُ،
وَزَادَ فِي عِلْمِكُمْ مَنْطِقُهُ، وَذَكَّرَكُمْ بِالْآخِرَةِ عَمَلُهُ»(رواه
أبو يعلى)
“Yakni siapa yang mengingatkan kalian kepada Allah
jika kalian memandangnya, dan menambah
ilmu kalian perkataannya, dan mengingatkan kalian tentang akhirat
amalannya.” (Riwayat Abu Ya’la
dalam Al Musnad).
Cari teman seperti ini, jangan kita berkumpul dengan teman-teman malah bertambah dosa, kalau teman bertambah dosa maka tinggalkan segera, cari pergaulan yang kalau kita ngobrol itu akan bertambah ilmu, bukan bertambah dosa. Banyak fakta menunjukan bahwa bergaul dengan orang yang taat akan memotivasi seseorng untuk menambah ketaatannya, sebaliknya jika bergaul dengan orang yang ahli maksiat akan menjerumuskan kepada kemasiatan dan dosa, maka benar yang dikatakan Ibnu Kholdun ada sebuah ungkapan menarik “الْإِنْسَانُ اِبْنُ بِيْئَتِهِ” manusia itu tergantung pada kondisi lingkungan hidupnya.
Orang-orang yang sekitarnya akan membentuk karakter
dan pribadi seseorang, kalau kita teman yang baik, lingkungan yang baik maka
akan membentuk karakter pribadi yang baik pula, tetapi kalau temannya rusak,
lingkungannya tidak baik maka akan mempengaruhi karakter pribadi yang tidak
baik pula. Nabi sangat memperhatikan lingkungan, rumah dan temah bekerja. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya.
Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad).
Terdapat dalam kitab tanbihul ghoofilin karya Imam Abi
Laist As-Samarqondy
قَالَ الْحُكَمَاءُ : مَنْ جَلَسَ مَعَ ثَمَانِيَةِ
أَصْنَافٍ مِنَ النَّاسِ زَادَهُ اللهُ ثَمَانِيَةَ أَشَيَاءَ
Berkata para ahli hikmah : Barang siapa yang duduk
bersama 8 orang kelompok manusia, Allah akan menambahi 8 perkara bersamanya ;
(١). مَنْ جَلَسَ مَعَ الْأَغْنِيَاءِ زَادَهُ اللهُ حُبَّ الدُّنْيَا
وَالرُّغْبَةِ فِيْهَ
“Barangsiapa yang duduk dengan orang-orang kaya, Allah
akan menambahi cinta kepada dunia dan semangat untuk mendapatkan dunia.”
(٢). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ الْفُقَرَاءِ زَادَهُ اللهُ الشُّكْرَ
وَالرِّضَا بِقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى
“Barangsiapa yang duduk bersama orang-orang miskin,
Allah akan menambahi perasaan Syukur dan ridho atas pembagian Allah.”
(٣). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ السُّلْطَانِ زَادَهُ اللهُ الْكِبْرَ
وَقَسَاوَةَ الْقَلْبِ
“Barangsiapa yang duduk dengan para pemimpin, Allah
akan menambahi perasaan sombong dan keras hati.”
(٤). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ النِّسَاءِ زَادَهُ اللهُ الْجَهْلَ
وَالشَّهْوَةَ
“Barangsiapa yang duduk dengan perempuan, Allah akan
menambahi kebodohan dan syahwat.”
(٥). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ الصِبْيَانِ زَادَهُ اللهُ اللَّهْوَ
وَالْمَزَاحَ
“Barangsiapa yang duduk dengan anak-anak kecil, Allah
akan menambahi lupa dan canda-an.”
(٦). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ الفُسَّاقِ زَادَهُ اللهُ الْجُرْأَةَ
عَلَى الذُّنُوْبِ وَالْمَعَاصِيْ وَالْإِقْدَامِ عَلَيْهَا، وَالتَّسْوِيْفَ فِيْ
التَّوْبَةِ
“Barangsiapa yang duduk dengan orang-orang fasik, Allah
akan menambahi berani atas dosa dan kemaksiatan-kemaksiatan & menyodorkan
diri untuk berbuat maksiat serta menunda-nunda akan taubat.”
(٧). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ الصَّالِحِيْنَ زَادَهُ اللهُ الرُّغْبَةَ
فِيْ الطَّاعَاتِ
“Barangsiapa yang duduk dengan orang-orang sholeh, Allah
akan menambahi perasaan cinta akan perbuatan ketaatan.”
(٨). وَمَنْ جَلَسَ مَعَ الْعُلَمَاءِ زَادَهُ الْعِلْمَ
وَالْوَرَعَ.
الْمَصْدَرُ: تَنْبِيْهُ الْغَافِلِيْنَ
“Barangsiapa yang duduk dengan para ulama, Allah akan
menambahi ilmu dan perasaan tidak cinta atas dunia.” (tanbihul ghoofilin.Hal : 320 Cetakan : Dar Ibn Hazem
Tahun : 2013 ).
Ibnu Rusy berkata :
قَالَ اِبْنُ رُشْدٍ: لَا يَنْبَغِيْ أَنْ يُصْحَبَ
إِلاَّ مَنْ يُقْتَدَى بِهِ فِيْ دِيْنِهِ وَخَيْرِهِ؛ لِأَنَّ قَرِيْنَ السُّوْءِ
يُرْدِيْ
“Sudah sepantasnya yang dijadikan teman kecuali orang
yang dapat di teladani agama dan kebaikannya. Teman yang buruk pasti membawa
kehinaan dan celaka.”
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
uanuan